Monday, May 25, 2009

Hanya Karena Sebuah Kata

Aku tidak mengerti kenapa ini terjadi pada kita. Persahabatan yang kita bangun hampir tiga tahun lamanya hancur begitu saja hanya karena sebuah kata. Ya, sebuah kata yang membuat tiga tahun berikutnya kita lalui dalam kebisuan. Sebuah kata yang membuat tidak ada lagi ‘kita’ di antara kita, yang ada hanyalah ‘aku’ dan ‘kamu’.
Aku tahu ini salahku. Tapi, pernahkah kamu dengar kata itu terucap langsung dari bibirku? Tidak. Dan akupun tidak pernah meminta jawaban apapun darimu. Aku hanya mau bersahabat denganmu. Sulitkah? Sepertinya setelah mendengar kata itu, sulit bagimu untuk mempertahankan persahabatan kita.
Kamu tahu, selama tiga tahun aku menyalahkan diriku atas apa yang terjadi pada kita. Selama itu pulalah aku berharap kamu menoleh dan melihatku ada di belakangmu. Tapi rasanya itu tidak mungkin terjadi, bahkan dalam mimipi sekalipun.
Tiga tahun aku terluka hanya karena sebuah kata. Begitu ajaibkah kata itu hingga dengan mudahnya menghancurkan apa yang selama ini kita bangun? Aku jadi bertanya-tanya, terbuat dari apakah sebenarnya pondasi persahabatan kita. Dari kertaskah hingga mudah roboh walaupun hanya tertiup angin sepoi-sepoi sekalipun?
Aku sungguh-sungguh tidak mengerti. aku mati-matian berusaha mempertahankan persahabatan kita, tapi sepertinya kamu tidak peduli. Semua jurus sudah aku keluarkan hanya untuk membuat kamu bicara lagi padaku. Tapi semua yang aku lakukan seolah tidak ada artinya buatmu. Justru reaksimu membuatku semakin yakin kalau kamu benar-benar marah padaku. Begitu marahnya sampai-sampai kamu tidak lagi peduli arti persahabatan kita.

Kalau aku bisa membalikan waktu, aku pasti akan berusaha agar kata itu tidak pernah terungkap. Aku yakin kalau kata itu tetap terkubur jauh di dalam hatiku, kita pasti tidak akan jadi begini. Aku memang bodoh karena membiarkan ini terjadi. Tapi, tidak bisakah kamu memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya?
Aku mau kita seperti dulu. Sungguh aku merindukan saat-saat dimana kita tertawa bersama, saling mengejek dan saling berbagi. Tidakkah itu lebih penting bagimu daripada sebuah kata yang kapan saja bisa terbang bersama angin? Sepertinya memang tidak. Karena pada akhirnya yang aku tahu, kita malah saling menjauh. Aku dan kamu seperti berada di dunia yang berbeda, saling terasing.
Sungguh aku merasa tersiksa dengan semua ini walau mungkin kamu tidak pernah peduli. Mungkin aku memang tampak baik-baik saja di luar. Tapi tahukah kamu, di dalam sini, di hatiku, luka itu semakin dalam dan membusuk karena kebekuan di antara kita yang bahkan tidak bisa dicairkan oleh terik matahari sekalipun.
Apakah menurutmu aku terlalu berlebihan dan terlalu mendramatisir keadaan? Kadang aku berpikiran begitu. Tapi setelah aku melihat kerusakan yang diakibatkan oleh sebuah kata yang tiba-tiba saja terungkap itu, rasanya wajar jika aku merasakan kesedihan yang mendalam. Walau sekali lagi kamu mungkin tidak peduli.
Kadang aku merasa bodoh. Kenapa aku bisa sampai sebegininya hanya karena kamu? Atau justru karena itu adalah kamu maknya akujadi begini? Padahal kalau aku pikir-pikir, masih banyak orang yang mau bersahabat denganku, jadi kenapa aku harus repot-repot berusaha mempertahankan persahabatan yang tidak ingin kamu pertahankan? Tapi, walaupun mungkin kamu hanya menganggap angin lalu, bagiku kamu masih sangat berarti untuk dipertahankan.

Kamu ingat, saat kamu baru mendengar kata itu entah dari siapa, kamu tidak mempercayainya? Aku senang kamu tidak percaya. Dan hubungan kita masih baik-baik saja saat itu. Tapi kemudian kamu mencari jawaban di mataku, dan kamu menemukannya. Dan dari situlah kamu menjauhiku. Menghapus namaku dari hatimu, merobek semua kenangan kita dan membuangnya ke tempat sampah.
Hey, what’s going on? Kalau kamu bisa menemukan pembenaran dari kata-kata itu do mataku, tidakkah kamu lihat kesedihanku ketika kamu menolak saat aku mencoba masuk kembali dalam hatimu? Kebisuanmu mengatakan segalanya. Kebisuanmu jugalah yang menutup segala kemungkinan agar aku bisa memperbaiki semuanya.
Tiga tahun lamanya aku berusaha mendapatkan hatimu kembali. Tapi apa yang kamu lakukan? Selama tiga tahun itu yang kamu lakukan justru menghapus jejak-jejak kenangan yang aku tinggalkan. Mungkin kamu memang benar-benar tidak peduli, makanya kamu tidak tahu hatiku semakin hancur melihat apa yang kamu lakukan.
Tidakkah kamu peduli bahawa aku telah banyak melakukan hal bodoh hanya untuk mendapatkan hatimu kembali? Sungguh aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya, memohon untuk sebuah persahabatan. Aku merendahkan harga diriku. Kutekan rasa malu yang membelengguku, hanya untuk membuatmu bicara lagi padaku.
Tapi semua hanya sia-sia. Keadaan kita tetap sama. Sudah tertutupkah pintu hatimu untukku? Please, aku hanya menawarkan persahabatan. Sulitkan untuk menerimanya? Aku...aku sungguh ingin kita seperti dulu lagi.

Tahukah kamu kalau kamu begitu berarti bagiku? Bahkan setelah setahun lebih kita tidak bertemu, bayang-bayang wajahmu masih melekat kuat dalam ingatanku. Aku sedih kita berpisah dalam keadaan seperti ini.
Satu tahun lebih aku berharap bisa bertemu lagi denganmu. Aku benar-benar ingin sekali bertemu lagi denganmu. Tapi aku juga takut, takut kalau sikapmu padaku belum berubah. Mungkin kamu berpikir kalau aku ini konyol, tapi inilah aku. Aku berharap suatu hari nanti, saat kita bertemu lagi, kamu akan menyapa dan menjabat tanganku.
Satu tahun lebih aku menyimpan kerinduan yang mendalam padamu. Kadang aku bertanya pada diriku kenapa aku ini, tapi aku tidak pernah menemukan jawabannya. Karena aku yakin hanya kamu yang punya jawaban dari setiap pertanyaanku.
Tapi, akaknkah hari itu datang? Akankah kamu menoleh ke belakang dan melihatku? Aku masih masih setia menunggu hari yang bahkan akupun tidak yakin akan datang. Aku yang selalu berharap kamu memaafkan semua kesalahan yang pernah aku perbuat. Dan aku yang berharap semua ini hanya mimpi buruk yang akan berakhir ketika aku bangun nanti. Tapi ini bukan mimpi. Semua ini real, nyata. Beribu kali aku melontarkan pertanyaan yang sama, kenapa ini terjadi pada kita. Dan beribu kali pula yang kudapat hanya kehampaan, kekosongan.
Sungguh, akan kubiarkan kamu pergi jika memang aku tak kuasa mengejarmu. Pergi dan berbahagialah. Dan kupastikan aku akan tersenyum bahagia melihat kamu bahagia. Karena selamanya kamu akan ada di sini, di hatiku, walaupun kata yang kita sebut cinta itu telah menguap ke atas awan bersama air mataku



November 21, 2005
Cinta memang indah. Tapi cinta seperti mawar. Kalau kamu tidak hati-hati, maka kamu akan tertusuk durinya.

No comments:

Post a Comment